Kelas Inspirasi Garut
Perjalanan dimulai Jumat siang dengan menggunakan bus AC dari
bunderan Cibiru Bandung, menempuh perjalanan hampir 2 jam, dengan ongkos Rp. 30
ribu, dan akhirnya kita sampai juga di Garut. Kota kecil yang tak ku duga
sangatlah dingin, katanya pengaruh musim kemarau. Suhu menjadi sangat dingin
dan ternyata Garut pun dikelilingi oleh pegunungan, Gunung Papandayan (2.262m),
Gunung Guntur (2.249) serta gunung Cikurai (2.821m) yang mungkin menambah
dingin suhu di sana.
Ini adalah kelas Inspirasi kedua yang saya ikuti setelah KI
Tasik, kali ini saya mendaftar sebagai relawan Garut di SD Sinargalih 4. Jumat
malam kami beserta beberapa relawan inspirator menginap diumah inspiratory lain
yang kebetulan orang Garut, selain tempat tinggal disana pun dihidangkan, makan
malam serta sarapan gratis hehhehe...
Setelah makan malam selesai kami membut persiapan untuk
acara KI, membahas kembali schedule acara, kesiapan inspirator, pernak pernik
yang dibawa, sampai acara opening dan closing acara. Dalam Group kami ada 6
Inspirator yang terdiri dari berbagai macam profesi, dari pengusaha, MC sampai
ahli kimia serta 2 fotografer, Stefani adalah temen pertama saya di KI Garut
ini, perempuan muda asal Jambi yang sedang
menempuh kuliah magister di UGM Jakarta, serta Yuga lulusan Kimia Undip yang
menjadi pengusaha Kopi. Dan 1 fasilitator yang ternyata pernah selama 1 th
berjuang dipedalaman Indonesia tanpa listrik dan internet demi mengajar.
Salah satu mengapa saya suka sekali ikut KI adalah silaturahmi,
link yang tak terbatas, bertemu dengan orang baru, kita disini bertemu
dengan orang – orang hebat yang dengan rendah hati mau ikut berbagi dan meluangkan waktunya.
“Apa gunanya
ilmu kalau tidak memperluas jiwa seseorang sehingga ia berlaku seperti samudera
yang menampung sampah-sampah. Apa gunanya kepandaian kalau tidak memperbesar
kepribadian seseorang sehingga ia makin sanggup memahami orang lain?” ― Emha Ainun Nadjib
Sabtu subuh setelah solat subuh kami sudah bersiap, ada yang
mandi, sarapan, nunggu air panas, Garut dingin sekali, saya sampai harus rebus
air panas untuk mandi pagi. Jam set 7 kita berangkat menuju SD Sirnagalih 4, SD
yang kebetulan berada jauh diatas bukit, dari sini kita dapat melihat
pemandangan Garut. Di SD tersebut terdapat sekitar 200 murid, jumlah murid per
kelas antara 20 – 30 orang, dengan kehidupan yang sangat sederhana.
“Mendidik
adalah kewajiban semua orang Terdidik tidak peduli siapapun itu”
Seperti kebanyakan SD kabupaten, belum meratanya fasilitas
dan sistem pendidikan seperti kota besar, dengan fasilitas SD yang seadanya,
area bermain penuh pasir, keadaan ruangan yang seadanya, perpustakaan yang
tidak terpakai. Saya terharu disaat mereka difoto, semangat sekali walau diawal
pertemuan malu dan takut diajak berfoto bersama. Jajanan fav adalah Gehu (Tahu
yang diisi sayuran), permainan fav adalah gundu dilahan pasir, tidak ada gatget
canggih yang dibawa oleh para murid, social media saja mereka belum paham. Polos
dan sangat sederhana, berangkat sekolah dengan berjalan kaki atau menumpang
truk pasir yang bulak balik mengangkut pasir dari atas bukit. Cita – cita mereka
tidak banyak hanya menjadi polisi, tentara, polwan, dan guru, beberapa berani untuk
bermimpi menjadi dokter.
Semoga dengan adanya kita para inspirator dapat
menginspirasi mereka tentang pentingnya pendidikan, tentang berani untuk
bercita – cita, tentang macam – macam profesi yang ada, yang paling penting,
tentang anak – anak yang berani untuk memulai melangkah maju ke depan kelas dan
bercerita tentang mimpinya.
“Anak-anak muda jaman
sekarang itu lucu dan agak susah dimengerti. Mereka cukup bersemangat membuat
berbagai macam proposal untuk kegiatan organisasi yang mereka ikuti. Tapi
proposal hidup yang berisi visi dan strateginya meraih mimpi, justru lupa
mereka buat sendiri.” ― Lenang Manggala