Katanya sih “Emansipasi”
Semenjak kembali tinggal di
Jakarta, kota metropolitan dengan segala emansipasinya, otomatis salah satu
tempat yang paling sering di kunjungi adalah mall, walaupun pada dasarnya saya
lebih tertarik dengan hutan belantara, tapi apa daya di sini hanya ada hutan
beton di setiap sudut. Di mall – mall besar tidak jarang menemukan perempuan matang
secara usia, berpakaian kantor , pastinya berpendidikan secara intelektual, dengan
rokok, minuman beralkohol, pakaian serba terbuka, dan mereka berada di sana
sampai tengah malam. (Berhubung saya masih kuliah, jadi saya juga suka pulang
tengah malem).
Ya maklum lah kota besar pastilah
tidak lepas dari segala keunikanya salah satunya perempuan di tuntut harus bisa
yang katanya “berpikir terbuka (open mind)”, persamaan
gender, dan emansipasi terhadap perempuan sangat di elu elukan.
Di satu
sisi saya bahagia sekali berbicara soal emansipasi perempuan, positifnya adalah
perempuan bebas bisa sekolah sampai S3 dan profesor , kerja dengan jabatan
setinggi tinginya, dan menempati
berbagai lini posisi penting, tetapi
berbicara emansipasi yang menurut saya kebablasan, perempuan harus sejajar dengan
pria, banyak perempuan yang mulai merendahkan pria, banyak perempuan bekerja
yang sukses secara pendidikan dan karir di sadari ataupun tidak perlahan –
lahan mulai menginjak atau memandang rendah para pria yang secara kodrat harusnya
menjadi pemimpin & imam atas perempuan, bahkan mungkin saking mandirinya,
kadang terucap ga perlu seorang sosok pria, yang hanya buat situasi tambah
ribet jika segala sesuatu bisa di kerjaan sendiri. #aku juga kadang suka mikir
gtu. Ini motivasi sih buat laki – laki untuk selalu meng upgrade dirinya lebih
baik, baik, baik lagi dalam segala hal di atas perempuan.
“Terkadang,
lebih baik hidup sendiri dari pada bersama seseorang yang membuatmu merasa
sendirian” - How
to stay single by Christian Simamora
Tetapi
kembali lagi sebagai seorang perempuan muslim harus ingat pada kodratnya, di satu sisi saya tidak setuju 100%
dengan kata “emansipasi wanita”, yang menurut saya “kebablasan”, karena mungkin
perempuan dapat sangat berkembang dan di andalkan di luar sana, tetapi tidak mendapatkan
kebanggaan dan kehormatan di rumah. Karena pada dasarnya pendidikan tinggi,
karir cemerlang itu untuk apa di usahakan oleh perempuan ? Jika bukan untuk pendidikan
anak, dan teman berdiskusi cerdas dengan pasangan hidup kelak. (Belum nikah
juga sih diriku, tapi ini expektasi ideal untuk masa depan menurut saya)
Tapi
mungkin emansipasi perempuan yang kebablasan ini tidak akan terjadi, jika ada
faktor imam yang kuat. Tidak semua yang saya gambarkan di atas itu terjadi ya,
toh masih banyak perempuan sukses yang menyeimbangkan antara kehidupan di luar,
dan kehidupan rumah tangganya. Sekali lagi faktor imam yang kuat sangat penting
di era moderen ini, jangan sampai ada
lelaki yang tunduk di bawah kaki wanita, berharap kasih sayangnya, mengemis
cintanya, dengan menggadaikan kepemimpinan, bahkan kehormatan dan harga dirinya
demi perempuan. Cari dia yang tau kepada siapa mereka harus mengabdi, Laki –
laki tampan dan mapan memang menarik, tetapi lebih menarik lagi lelaki cerdas,
beriman plus berilmu. #Ideal calon suami bgt nih..
![]() |
Cari yang tegas jangan yang suami - suami takut ist |
Dalam islam jelas tentang peranan perempuan dan laki – laki “Allah SWT tidak menciptakan wanita dari kepala lelaki
untuk dijadikan atasannya, tidak juga Allah SWT menciptakan wanita dari kaki
lelaki untuk dijadikan bawahannya, tetapi Allah menciptakan wanita dari tulang
rusuk lelaki, dekat dengan lengannya untuk dilindunginya, dan dekat dengan
hatinya untuk dicintainya.”
“Perempuan bagaikan
sekuntum bunga terpelihara, tidak semua kumbang boleh hinggap untuk menghisap
madunya. Berlemah lembutlah dalam melayani mereka, kerana jika tidak, mereka
boleh menjadi seganas - ganasnya serigala”